Keajaiban di Pasar Senen


Perjuangan Hidup Seniman Senen

Judul buku                  : Keajaiban di pasar senen
Pengarang                   : Misbach Yusa Biran
Penerbit                       : PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Tahun                          : 1971
Jumlah Halaman           : 208
            Diilhami dari kejadian-kejadian aneh dalam lingkup seniman Senen, H. Misbach Yusa Biran mengabadikannya dalam sebuah novel yang juga pernah dimuat di majalah aneka dengan judul ‘Miracolo a Senen Raya’. Dalam karyanya ini, beliau menyorot tentang para seniman dari berbagai lapangan, termasuk pula para seniman pura-pura yang sebenarnya adalah keajaiban yang beliau bicarakan.
            Novel ini menggunakan alur campuran, tetapi lebih dominan menggunakan alur maju. Meskipun demikian, karangan ini mampu membawa pembacanya masuk dalam cerita dan merasakan kepedihan serta kegembiraan para pelakon di dalamnya. Misbach Yusa Biran mampu mendeskripsikan tingkah laku, kepribadian serta ego dari masing-masing tokoh sehingga emosi yang beliau dituangkan dalam tinta dapat sampai kepada pembaca dengan baik.
            Misalnya saja tokoh Dakhlan yang bersikeras mempertahankan skenarionya yang bermutu. Ia tidak mau buah ciptanya di ubah sesuai selera rakyat pada saat itu. Ia hanya ingin menciptakan karya yang bermutu. Yang layak dilihat oleh para kaum intelek apabila di filmkan nanti. Misbach sukses membawa karakter Dakhlan ini  masuk dalam jiwa dan angan-angan pembacanya.
Bahasa Indonesia yang baku menjadi bahasa utama dalam tulisan ini. Ditambah dengan bumbu-bumbu betawi, sunda, inggris serta belanda sehingga dialog yang diucapkan terasa lebih hidup dan menarik.
Pelajaran hidup yang dapat dipetik dari novel ini adalah semangat dan kegigihan yang dibutuhkan dalam usaha apapun untuk memperbaiki diri serta ajakan untuk lebih mencintai film Indonesia. Diharapkan para kawula muda bisa menciptakan film-film yang bermutu yang tidak kalah dari film orang-orang eropa yang di puja-puja pada era 50-an.
Secara garis besar novel ini mengisahkan kembang-kempis dunia perfilm-an pada era 50-an. Pada masa itu, masih banyak didapati orang-orang yang mencintai dan mendalami seni dari hati, bukan untuk uang. Mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam bahkan hingga berhari-hari untuk mendapatkan satu ide yang akan mereka ciptakan sesuai bidang masing-masing.  Mereka beranggapan bahwa seniman adalah orang yang berjiwa bebas dan tidak terikat pada instansi manapun. Hal inilah yang membawa para seniman ‘pura-pura’ seakan ikut andil dalam kerja keras mereka. Sehingga, akan sulit bagi orang awam untuk membedakan mana seniman yang punya bakat dan mana seniman yang hanya meminjam predikat ‘seniman’. Disamping semua kelucuan itu, keajaiban yang dimaksud oleh Misbach adalah seniman ‘pura-pura ini’. Keajaiban cara pikir, pandangan hidup serta gerak-gerik merekalah yang pada akhirnya menjadi inspirasi bagi para seniman muda dan membuat mereka bisa jadi ‘orang’.
Kesederhanaan, kejujuran, keluguan serta kepolosan pelakon dalam novel ini menjadi suatu kelebihan yang menarik, yang jarang ditemui pada novel lainnya. Akan tetapi, pada dialog-dialog berbahasa belanda, pembaca akan kesulitan menangkap maksud penulis karena tidak semua kosa kata terpapar dalam glosarium. Jauh dari itu semua, novel ini merupakan novel yang mampu menggelorakan semangat serta perasaan iba para pembacanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini